Persaingan perbankan di Indonesia mulai dari yang konventional hingga yang syariah sangatlah ketat. Hal tersebut tampak sekali dengan adanya bank-bank asing yang masuk ke Indonesia. Seperti contohnya OCBC bank yang memiliki saham sebesar 70% di bank NISP. Tidak hanya itu saja, seperti halnya bank asing yaitu ANZ (Australia), HSBC dan lainnya adalah bank asing dengan kepemilikian saham terbesar di beberapa perbankan nasional. Tidak lupa dengan industri perbankan syariah di Indonesia yang akan kedatangan pesaing bank-bank syariah timur tengah seperti Kuwait Finance House yang merupakan salah satu Islamic Bank terbesar di Kuwait. Menurut Deputi Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI yaitu Mulya Siregar mengatakan bahwa ada dua investor timur tengah yaitu Albarkah dan Asian Finance Bank yang sangat tertarik untuk membeli bank lokal. Adapun beberapa faktor yang membuat bank-bank asing berminat untuk berinvestasi di Indonesia. Salah satu alasannya yaitu karena tingginya Net Interest Margin (NIM) di perbankan Indonesia. Jika kita bandingkan, untujk bank asing di negara mereka masing-masing NIM yang di dapat hanya sekitar 2-3%. Sedangkan di Indonesia NIM yang di dapat rata-rata sebesar 6%. Dengan begitu banyaknya bank asing yang masuk ke Indonesia, pihak-pihak yang berwenang seperti Bank Indonesia dan industri perbankan nasional harus merespon hal ini dengan serius. Semua itu karena pastinya bank-bank asing yang masuk ke Indonesia akan datang dengan membawa sistem dan strategi bisnis terbaik mereka yang telah mereka implementasikan di negara mereka. Oleh sebab itu bank-bank nasional harus bisa bersaing dengan baik untuk bisa menyaingi bank-bank asing tersebut minimal setara dengan mereka. Bahkan lebih bagus jika sistem strategi yang diterapkan di bank-bank nasional harus lebih baik dari pada bank asing. Akan sangat tragis apabila 10 tahun mendatang kita melihat bahwa bank terbesar di negeri kita sendiri dimiliki oleh asing. Dengan demikian ada beberapa critcal notes yang penulis ingin sampaikan untuk memperkuat posisi perbankan nasional kita ke depan. Pertama, Pemerintah dan BI harus secara progressive mengeluarkan regulasi yang supportive terhadap Bank-bank nasional agar bisa bersaing secara kompetitif dengan bank-bank asing. Hal ini telah di perhatikan oleh BI di mana salah satu regulasi dari BI adalah akan mewajibkan cabang bank asing yang beroperasi di Indonesia berubah menjadi badan hukum perseroan terbatas (PT) untuk memudahkan pengawasan dan pengaturan. Dengan demikian bank asing akan tunduk dengan ketentuan hukum perusahaan di Indonesia. Langkah ini menjadi concern BI karena keberadaan bank asing yang beroperasi di tanah air kian banyak dan cukup kompleks. Di samping itu, pemerintah dan BI juga harus memperhatikan perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia agar regulasi mengenai tax insentif untuk perbankan syariah harus segera digodok agar mampu mendorong industri perbankan syariah meningkatkan kinerjanya. Kedua, Perbankan Nasional khususnya bank plat merah harus mampu memberikan servis yang berkualitas kepada masyarakat. Kalau dulu bank-bank pemerintah terkenal dengan servisnya yang lambat, bertele-tele, tetapi sekarang penulis bangga. Perbankan nasional sudah mulai mereformasi kualitas servis yang diberikan kepada nasabah. Kualitas servis yang baik sangat penting untuk meningkatkan kepuasan dan juga loyalitas customer. Hal ini sudah dicapai oleh Bank Mandiri dengan meraih "The Best Bank Service Excellence Award" pada tahun 2007 dan 2008. Prestasi Bank Mandiri ini agar bisa dipertahankan ke depan dan menjadi lokomotif penggerak serta dapat memotivasi bank nasional lainnya untuk memberikan kualitas servis yang terbaik kepada nasabahnya. Apabila servis yang diberikan mengecewakan bank-bank nasional harus bersiap-siap nasabah mereka direbut oleh bank-bank asing lainnya yang sudah memiliki senjata pamungkas untuk menaikkan pangsa pasar mereka di Indonesia. Ketiga, bank-bank nasional yang sudah listed di pasar saham harus meningkatkan kinerja keuangannya agar dapat meningkatkan nilai Kapitalisasi pasarnya (Maket Capitalization). Semakin besar nilai Market Capitalization suatu perusahaan terbuka hal ini mununjukkan indikasi yang baik. Sebab, selain kinerja keuangan dan reputasi perusahaan tersebut di nilai outstanding market capitalization yang tinggi dapat menyulitkan pihak lain untuk membeli perusahaan tersebut. Oleh karena itu bank-bank nasional harus mampu meningkatkan market capitalization mereka agar tidak mudah untuk dibeli asing karena dengan tingginya marke capitalization bank tersebut. Maka Price to book value (PBV) akan tinggi pula dengan kata lain lebih tinggi nilai market capitalization suatu bank. Lebih mahal harga bank tersebut untuk diakusisi atau di beli. Dengan beberapa prestasi bank nasional yang membanggakan ini baik BUMN dan swasta seperti Bank Mandiri dan BCA yang market capitalization mereka sudah mencapai USD 10 miliar di tahun 2009 dan yang cukup membanggakan kedua bank nasional tersebut masuk ke dalam top bank kategori bank dengan market capitalization di atas USD 10 milliar sebagai Large Regional Players di Asia bersama dengan Hang Seng Bank (Hong Kong), KB Financial Group (Korsel), DBS bank, UOB Bank, dan OCBC bank yang ketiganya dimiliki oleh Singapura dan Maybank Malaysia (Sumber: Bloomberg). Walaupun banyak dan kompleksnya pemain asing yang masuk dalam persaingan industri perbankan nasional dengan adanya regulasi yang supportive dari pemerintah dan BI perbankan nasional kita masih tetap bisa exist dan menunjukkan taringnya selama memberikan pelayanan yang berkualitas kepada nasabah. Selain itu tindakan kejahatan perusahaan harus dihapuskan dalam manajemen perbankan nasional. Seperti praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Dan, hal yang perlu diperhatikan juga ialah untuk strategi ke depan. Bank-bank nasional tidak hanya harus fokus kepada peningkatan Net Interest Income saja. Tetapi, juga harus meningkatkan portfolio Fee Based Income-nya dan juga harus berani berinvestasi dan menyalurkan pembiayaan di high return businessess seperti salah satunya ke sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Dengan demikian perbankan nasional dapat berperan dan berkontribusi meningkatkan perekonomian Indonesia khususnya sektor riil dalam rangka meningkatkan tarap hidup rakyat banyak yang sesuai dengan inti dan tujuan dari UU perbankan No 7 tahun 1992/ No 10 tahun 1998.
Nama : Deddy Poerwohatmoko
Sumber: Andy Rio Wijaya, MBA (Pengamat & Praktisi Perbankan Nasional)
Arfi Saputra Wijaya (Mahasiswa Universitas Bina Nusantara)
0 komentar:
Posting Komentar